Respon Seniman dan Pengunjung Pasar Seni Ancol Terhadap Perubahan Zaman

Park johanes
9 min readFeb 25, 2021

--

Penulis 1: Johanes | Penulis 2: Wendy Antonius

Pasar Seni Ancol merupakan tempat yang tidak sering kami datangi, tetapi sering kami lewati ketika berwisata ke Pantai Ancol atau Dunia Fantasi (Dufan). Mungkin hal ini dikarenakan kami termasuk generasi yang lahir di era 1990-an, sedangkan masa keemasan Pasar Seni Ancol ada di tahun 1980-an. Setelah datang dan mengamati Pasar Seni Ancol bersama Pascasarjana IKJ pada tanggal 30 November 2019, kami menyadari bahwa tempat tersebut mempunyai sejarah yang menarik dan seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih baik dari masyarakat sekarang.

Sekarang, pada tahun 2019 banyak perubahan yang terjadi karena perkembangan teknologi, seiring dengan trend yang mengubah persepsi dan cara masyarakat mengapresiasi seni. Sebagai contoh, pada zaman dahulu kita lebih terbiasa melihat dan membeli barang secara langsung di pasar atau mall. Namun, masyarakat saat ini dapat menilai sesuatu hanya dari sosial media dan membeli barang melalui toko online tanpa perlu mencoba dan melihat secara langsung. Contoh perubahan seperti itu terjadi dengan sangat cepat yang membuat Pasar Seni Ancol seperti terkejut dan harus ikut berlari mengejar perkembangan zaman.

Namun bagaimanakah caranya merespon perkembangan zaman? Jika salah mengambil keputusan tanpa mengerti apa yang sudah terjadi di Pasar Seni Ancol, tempat tersebut bukannya menjadi lebih baik tetapi berkembang ke arah yang tidak sesuai dengan nilai — nilai yang sudah dicita — citakan sejak awal. Oleh karena itu, kami berniat untuk menguraikan semua opini yang dikemukakan oleh orang orang yang terlibat di dalamnya seperti seniman, pengunjung dan pengelola dari Pasar Seni Ancol.

Sejujurnya, ketika pertama kali datang ke Pasar Seni Ancol, kami tidak pernah membaca artikel ataupun iklan mengenai tempat tersebut. Kami mendapatkan persepsi bahwa Pasar Seni Ancol hanyalah tempat pedagang menjual souvenir dari Pantai Ancol seperti boneka-boneka dan kerajinan duplikat yang dijual murah untuk pengunjung. Namun persepsi tersebut salah, karya yang dijual di Pasar Seni Ancol adalah karya yang dibuat dengan kemampuan tingkat lanjut yang memiliki nilai budaya tinggi. Persepsi yang salah tersebut mungkin didapat karena wilayah Taman Impian Jaya Ancol sendiri sudah mempunyai image sebagai tempat rekreasi keluarga yang difasilitasi dengan wahana-wahana penuh dengan atraksi. Pasar Seni Ancol seakan-akan mempunyai ‘warna’ yang berbeda dari ruang lain yang berada di daerah yang sama.

Pasar Seni Ancol adalah tempat yang teduh dan sunyi, berbeda dari hiruk — pikuk pengunjung yang ada dalam wilayah Ancol. Pohon-pohon besar meneduhi tempat tersebut dan pondok-pondok seniman yang kecil dipenuhi dengan karya bagus yang dijajakan menunggu untuk dikunjungi. Uniknya, jalanan di pondok-pondok tersebut seperti labirin yang membuat ruang tersebut terasa misterius. Seiring jalan yang di tapaki, pertanyaan yang muncul di benak kami berdua semakin banyak.

Dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benak kami, yang paling menyeruak dari pikiran kita berdua adalah “Mengapa tempat ini seakan — akan ditinggalkan dan hanya menjadi sejarah saja?” akan tetapi jawaban — jawaban yang muncul hanyalah opini yang dangkal karena pengamatannya hanya sebentar. Kami menyadari Pasar Seni Ancol memiliki permasalahan yang cukup kompleks dan memang memerlukan ahli-ahli dibidang pemasaran dan pengelolaan yang handal. Mengurus Pasar Seni Ancol merupakan pe-er yang besar.

Gambar.1: Suasana Pasar Seni Ancol .Sumber: Dokumentasi Pribadi

Dalam ekosistem Pasar Seni Ancol, orang-orang yang ada di dalamnya memiliki peranan penting yang terhubung satu sama lain. Orang-orang tersebut adalah para seniman, pengunjung, pengurus, dan kolektor. Seiring perubahan zaman, perspektif seni dan karya seni yang ditawarkan oleh seniman di Pasar Seni Ancol pun ikut berubah.

Pada mulanya, seniman yang ada dalam Pasar Seni Ancol diseleksi dengan ketat oleh pengelolanya. Seniman tersebut harus mengikuti ujian dengan membuat karya seni di hadapan para ahli seni agar dapat memiliki pondok di Pasar Seni Ancol, ujar Bimantoro seorang seniman patung pahatan kayu yang sudah ada di tempat tersebut selama 30 tahun. Pada saat itu, Bimantoro adalah salah satu orang yang diterima di sana setelah berkompetisi dengan 30 orang yang juga ingin menjadi pemilik pondok di Pasar Seni Ancol. Beliau mengaku hanya 3 orang yang diterima di sana, ia awalnya bangga terpilih menjadi salah satu seniman yang boleh menempati pondok di Pasar Seni Ancol. Namun, Pasar Seni Ancol saat ini tidak melakukan ujian langsung ditempat lagi, seniman terpilih berdasarkan portofolio yang diperlihatkan kepada pengelola Pasar Seni Ancol

Bapak Bimantoro juga mengatakan. di era keemasan Pasar Seni Ancol pengunjung sangat meminati barang seni dan bisa memborong karya-karya yang ada di sana. Namun semenjak krisis moneter, daya beli pengunjung pun berkurang drastis. Di tahun 2010 keatas beliau juga bercerita pengunjung yang datang kesana mulai berubah, dari yang penikmat barang kesenian menjadi keluarga dan para pemuda-pemudi yang sedang berekreasi. Menurut beliau, pengunjung yang datang ke Pasar Seni Ancol saat ini hanya datang untuk singgah sebelum atau sesudah ke Dunia Fantasi atau Pantai Ancol.

Pada saat kami bertanya upaya apa yang telah dilakukan oleh Bimantoro dalam merespon perubahan zaman yang berpengaruh terhadap Pasar Seni Ancol, beliau mengaku sudah berusaha beradaptasi dengan membuat akun di toko online yang dibantu oleh anak-anaknya. Namun, usahanya membuat toko online tidak begitu berpengaruh terhadap penjualannya dan sekarang beliau hanya bergantung pada pelanggan setia yang sudah ada dari zaman dahulu.

Berbeda dengan Bimantoro, Vilay memiliki kisah lain mengenai Pasar Seni Ancol. Vilay adalah seorang seniman karikatur yang sudah menjadi pemilik pondok di Pasar Seni Ancol selama 10 tahun. Untuk merespon perubahan zaman, beliau membuat lukisan realis karena menurut beliau karya seni tersebut lebih laku dijual saat ini. Beliau juga sudah mencoba membuat akun sosial media untuk memamerkan karyanya namun ia merasa kalah bersaing dengan seniman-seniman muda yang lebih baik karyanya dan lihai menggunakan teknologi.

Namun, ketika membicarakan harga dari karya seninya, Vilay mengaku tidak mau menurunkan harga karya seninya dan jika bisa harga karya seninya harus terus naik setiap tahunnya. Hal tersebut ia terapkan karena tidak mau pelanggannya merasa kecewa ketika tahu harga dari karya seninya tiba-tiba turun. Vilay sangat menjaga harga dirinya sebagai seniman karena sebagai seniman, Ia berharap karya seninya akan terus berkembang setiap waktunya.

Selain itu, kami juga mewawancarai Dedy Suherdi yang baru 1 bulan menyewa pondok di Pasar Seni Ancol. Berbeda dengan proses seleksi yang dilakukan di masa lampau, beliau diseleksi dengan memperlihatkan portofolio kepada pengurus Pasar Seni Ancol. Menurut pengalaman beliau sebagai pendatang baru di Pasar Seni Ancol, seniman di Pasar Seni Ancol seperti katak dalam tempurung yang terjebak di masa keemasan Pasar Seni Ancol. Para Seniman tidak belajar lagi untuk membuat karya seni yang lebih baik, namun keadaan tersebut memang sulit untuk dihadapi karena mereka juga harus bertahan hidup dan memikirkan perut mereka sehingga sulit untuk berkembang . Dedy mengaku bahwa ia tidak memiliki banyak ekspektasi dari Pasar Seni Ancol itu sendiri karena ia hanya berniat menjadikan pondok miliknya sebagai tempat produksi karya dan tempat pameran, ia akan mencari pelanggan tidak dari Pasar Seni Ancol.

Secara keseluruhan, seniman yang ada di Pasar Seni Ancol memakai media berkesenian yang masih tradisional seperti kanvas, kayu , tanah liat , dan logam. Media yang dipakai tidak berubah dari awal Pasar Seni Ancol dibangun padahal diluar sana perkembangan teknologi sudah menghasilkan banyak media dan cara yang baru untuk berkesenian seperti kanvas digital, Virtual Reality, Augmented Reality, cetakan plastik dari 3D printer dan yang lainnya. Waktu seakan berhenti di era 1980-an, sehingga banyak karya seninya tidak relevan lagi bagi generasi baru.

Media yang dipakai oleh para seniman di Pasar Seni Ancol juga sebenarnya berhubungan dengan fasilitas yang ada di sana. Pasar Seni Ancol yang tidak ada instalasi baru untuk media-medianya membuat pengunjung kurang tertarik untuk datang ke pondok-pondok di Pasar seni Ancol. Memang karya seni yang ditawarkan di sana adalah karya seni kelas tinggi, namun zaman berubah dan perspektif pengunjung terhadap karya seni juga berubah.

Jika kita peka terhadap apa yang terjadi di sekitar wilayah pasar Seni Ancol, kondisinya sudah berubah. Dahulu para pengunjung memang bertujuan untuk pergi ke Pasar Seni Ancol untuk membeli barang seni atau mengikuti acara seni, namun sekarang masyarakat lebih mengenal wilayah Ancol sebagai tempat rekreasi keluarga karena ada Dunia Fantasi, Pantai Ancol, Seaworld dan sebagainya.

Desain pondok yang ada di Pasar Seni Ancol juga tidak berubah, pondok yang ada disana berubah bangunan kecil berukuran kira kira 4 x 4 meter yang didirikan dengan bahan dasar batu bata. Batu bata tersebut dibiarkan telanjang tidak dilapisi oleh semen dan cat. Pondok-pondok yang ada di Pasar Seni Ancol memiliki atap yang terdiri dari genteng berwarna hitam. Karena desain pondoknya yang seperti itu, banyak pengunjung menjadi kurang tertarik untuk datang ke Pasar Seni Ancol selain sebatas untuk singgah dari tempat wisata lain di Taman Impian Jaya Ancol.

Selain pengunjung yang hanya sebatas singgah, pengunjung Pasar Seni Ancol yang memiliki ketertarikan seni sudah jarang bahkan tidak datang lagi ke Pasar Seni Ancol. Salah satu pengunjung Pasar Seni Ancol, Prisilia dan Reynaldi (15 Desember 2019) mengatakan mereka baru pertama kali singgah ke Pasar Seni Ancol bahkan belum melihat keadaan di dalamnya. Pasar Seni Ancol memang memiliki suasana yang sejuk daripada tempat wisata lain di Taman Impian Jaya Ancol. Namun, pengunjung yang memang datang untuk melihat seni sudah hampir tidak ada. Mereka datang hanya untuk menjadikan Pasar Seni Ancol sebagai tempat beristirahat daripada untuk mencari barang kesenian.

Pengunjung yang berkumpul tidak seluruhnya memiliki peminatan yang berhubungan dengan kesenian. Pengunjung yang datang memiliki kegiatannya masing-masing. Willy dan Endro merupakan salah satu bagian dari rombongan yang saat itu sedang melakukan kegiatan di Pasar Seni Ancol bersama keluarganya.

Keluarga Willy dan Endro sering datang ke Pasar Seni Ancol dalam rangka arisan. Keluarganya mengadakan acara arisan di Pasar Seni Ancol karena tempatnya luas, dapat berkumpul dan bermain bersama-sama, dan dapat melihat berbagai acara terutama di Pasar Seni Ancol ini. Namun ketika saat itu diwawancarai, mereka belum pergi melihat-lihat karya seni di Pasar Seni Ancol. Pasar Seni Ancol sangat disayangkan karena seniman dan karya-karyanya kini kurang diminati. Pengunjung Pasar Seni Ancol lebih bertujuan untuk menikmati suasana yang sepi dan sejuk daripada melihat-lihat seniman dan karya-karya seni. Namun, suasana yang menjadi tujuan pengunjung tidak dapat disalahkan karena suasana yang tenang merupakan daya tarik dari Pasar Seni Ancol daripada tempat wisata lainnya.

Menurut Willy dan Endro, Pasar Seni Ancol memiliki karya seni dan seniman yang bagus. Akan tetapi, pemasaran dari Pasar Seni Ancol masih kurang padahal sangat vital untuk mendapatkan pengunjung. Willy dan Endro juga memberikan saran untuk pihak Taman Impian Jaya Ancol untuk memberikan buku panduan yang gratis diberikan saat memasuki gerbang Taman Impian Jaya Ancol. Buku panduan tersebut dapat memberitahukan pengunjung tempat-tempat yang ada di Taman Impian Jaya Ancol secara detail dan lengkap. Pengunjung juga dapat membawa pulang buku panduan tersebut dan membagikan informasinya kepada kerabat dan tetangganya.

Selain Willy dan Endro, kami juga mewawancarai pengunjung yang telah berkunjung ke Pasar Seni Ancol sejak tahun 1970-an yang bernama Wati Asriningsih. Wati Asriningsih telah berkunjung ke Pasar Seni Ancol sejak duduk di tingkat sekolah dasar. Ia mengatakan bahwa Pasar Seni Ancol saat tahun 1970-an sangat berbeda dengan kondisi Pasar Seni Ancol saat ini. Pada tahun 1970-an Pasar Seni Ancol sangat ramai karena tempat wisata anak-anak dan keluarga di wilayah Taman Impian Jaya Ancol hanya ada laut dan pasar seni saja. Menurutnya, pengunjung Pasar Seni Ancol sepi karena banyak yang lebih memilih bermain ke wahana lain seperti dufan .

Selain itu, kami juga mewawancarai seorang dosen sejarah yang juga pernah berkunjung ke Pasar Seni Ancol pada tahun 1970-an bernama Henny Hidajat, SS., S.Sn, M.Sn. Menurutnya, Pasar Seni Ancol pada saat itu sangat ramai dengan adanya aktivitas di panggung, workshop pelukis, toko buku juga ada di Pasar Seni Ancol. Workshop yang ada di Pasar Seni Ancol merupakan hal yang sangat menarik bagi Henny Hidayat karena ia tertarik menyaksikan seniman membuat karya seninya secara langsung.

Namun saat kami mengunjungi Pasar Seni Ancol pada tanggal 15 Desember 2019, para seniman sudah tidak melakukan workshop secara langsung. Pondok seniman hanya terlihat hanya untuk memajangkan karya-karya saja dan beraktivitas dengan pasif. Oleh karena itu, pengunjung yang memang tertarik melihat workshop seni sudah tidak datang kembali ke Pasar Seni Ancol termasuk Henny Hidajat.

Pondok di Pasar Seni Ancol juga kurang di rawat. Menurut Henny Hidayat, pondok seniman Pasar Seni Ancol saat ia berkunjung pada tahun 2000-an, barang-barang pribadi dari para seniman seperti pakaian dalam dan alat mandi sering terlihat sekitar area pondok, sehingga terlihat tidak rapi. Pengunjung yang datang mungkin merasa terganggu ketika melihat kondisi tersebut.

Menurut kami, banyak hal yang menjadi penyebab Pasar Seni Ancol menjadi sepi pengunjung. Berdasarkan hasil wawancara, penyebab dari sepinya Pasar Seni Ancol adalah seniman yang kurang update dengan teknologi dan karya seni saat ini, seniman yang berhenti melakukan workshop secara langsung, seniman yang sembarangan menaruh barang pribadi di area pondoknya, pengelola yang jarang membawakan acara menarik untuk Pasar Seni Ancol, promosi yang kurang, dan pengetahuan pengunjung tentang Pasar Seni Ancol yang terbatas (tuntunan untuk datang ke tempat tidak jelas dan tidak mengetahui isi dan aktivitas di Pasar Seni Ancol) .

Kami berharap dari tulisan yang telah dibuat ini dapat membingkai keadaan yang ada di Pasar Seni Ancol seiring dengan perubahan zaman. Kemudian setelah mengerti keadaan dan menyimpulkan akar dari permasalahan yang ada, mudah-mudahan Pasar Seni Ancol dapat dikelola dengan bijaksana.

--

--

Park johanes

Comic Artist, Graduate student of Jakarta Institute of Art